Maraknya sexting bukan hanya terjadi pada orang dewasa, namun angka tertinggi pelaku sexting justru remaja. Menurut survei oleh kepolisian di Hamilton, California, sebanyak 20% remaja mengaku pernah mengirimkan foto dan video clips selfie telanjang atau semi telanjang. Sedihnya, kebanyakan dari mereka dengan sengaja melakukannya, walaupun mereka tahu konsekuensinya gambar tersebut akan menjadi widespread. Serupa dengan peneilitian yang dilakukan site informasi Forbes yang menemukan 15% remaja telah mengirimkan sexting dan twenty seven% menjadi pasif atau penerima. Sebanyak a dozen% remaja meneruskan pesan tanpa seijin pengirim dan 8% remaja mengalami pesannya diteruskan tanpa seijinnya. Studi ini dilakukan pada remaja dengan rentang usia several-17 tahun. Sayangnya lagi, kasus ini meningkat setiap tahunnya.
Meskipun belum ada penelitian khusus mengenai sexting di Indonesia, namun studies dari Komisi Nasional Perlindungan Anak mengungkapkan 97% dari cuatro.five-hundred remaja di several kota di Indonesia pernah melihat pornografi. Akses terhadap pornografi ini menurut sejumlah penelitian berhubungan erat dengan cybersex, yaitu penggunaan teknologi untuk memuaskan hasrat seksual. Pengertian ini menunjukkan bahwa sexting tercakup di dalamnya.
Menurut Bima Suprayoga, Kepala Kejaksaan Negeri Tangerang Selatan, pesan pribadi (sexting) jika dilakukan suka sama suka tak ada sanksi pidana. Baik dewasa maupun remaja. Namun, jika pesan pribadi sudah mengganggu salah satu pihak maka hal tersebut menjadi ilegal dan bisa dilaporkan oleh pihak yang terganggu. Untuk usia di bawah 18 tahun, sanksi pidana tetap ada namun hukumannya setengah dari hukuman pelaku dewasa.
Kenapa sexting bisa terjadi pada remaja?
Menurut jurnal yang dilansir JAMA Pediatrics, ketika remaja sedang dalam masa transisi menjadi dewasa keingintahuan mereka akan meningkat. Seiring dengan perubahan hormon yang menyangkut fisik dan psikis, remaja menjadi berani untuk mengambil resiko dan eksplorasi cara untuk mengekspresikan rasa pada kekasihnya atau orang yang ia suka, salah satunya melalui sexting. Menurut mereka yang belum paham akan resiko dan kosekuensi, sexting dianggap wajar.
Tidak mudah mencegah sexting pada remaja, apalagi mereka yang sudah diberikan kebebasan memiliki gizmo pribadi. Inilah mengapa, Anda perlu menjelaskan detil konsekuensi dan risiko melakukan sexting sejak dini, baik konsekuensi individual maupun hukum. Melarang keras remaja menggunakan gadgetnya bukanlah cara terbaik. Alih-alih melakukannya, berikan edukasi pada anak tentang sexting dan mengapa hal tersebut berbahaya dengan cara berikut:
Lakukan komunikasi yang terbuka
Penting untuk menjaga komunikasi yang terbuka dengan anak. Terlibat dengan kegiatannya, untuk cari tahu kesehariannya. Sekali waktu, lakukan kegiatan berkualitas berdua dengan anak. Pelan-pelan buka isu tentang sexting, untuk mengetahui apakah mereka mengenal istilah tersebut dan sejauh mana mereka mengerti paham akan sexting.
Beri contoh kasus
Misalnya, “Kakak tahu nggak kasus au moment ou A, yang foto tidak senonohnya beredar di news sosial? Kok bisa gitu ya, Kak?” Biarkan anak memberikan opini. Setelahnya, coba bantu anak untuk mencari tahu penyebabnya, konsekuensi dari pelaku sexting, kemudian mencari solusi yang terbaik akan kasus tersebut dan bagaimana jika kasus tersebut terjadi pada anak. Ini untuk membuka mata mereka akan bahaya sexting hingga mereka akan berpikir ratusan kali untuk melakukannya.
Tetapkan batasan
Boleh saja memberikan remaja kebebasan untuk memiliki gagdet sendiri. Tapi, sebagai orang tua Anda punya hak untuk menetapkan batasan waktu kapan ia boleh menggunakan gagdetnya, dan batasan mass media sosial apa yang boleh mereka gunakan sesuai dengan usianya.
Display, display screen!
Anda bisa menggunakan aplikasi untuk memantau penggunaan gizmo anak, ini, Anda bisa mengecek semua panggilan masuk dan keluar, begitu pula dengan pesan. Anda juga bisa mengontrol dan memblok aplikasi yang tidak cocok untuk remaja serta membatasi penggunaan kuota internet sites. Selain itu, Anda juga bisa mengecek lokasi keberadaan remaja dengan GPS.
Tenang, jangan panik. Lagi-lagi komunikasikan dengan anak mengapa hal ini bisa terjadi. Apakah keinginan pribadi, atau tekanan dari orang lain? Jika itu adalah keinginan pribadi, maka Anda harus kembali merunutkan langkah-langkah di atas dan jelaskan bahwa sexting tak boleh dilakukan secara tidak bertanggung jawab apalagi untuk anak usia remaja (belum menikah). Namun, jika itu adalah paksaan orang luar, maka Anda berhak mencari tahu siapa dan seberapa besar pengaruhnya pada anak.
Telusuri sampai sejauh mana pesan tersebut terkirim, segera hapus foto-foto yang belum terkirim, atau erase talk sebelum penerima membuka pesan. Tak ada yang bisa Anda lakukan kalau pesan tersebut sudah terlanjur tersebar. Laporkan pada pihak berwajib jika pesan tersebut tersebar luas tanpa seijin anak (juga Anda).
Artikel ini adalah bagian dari hasil kerja sama SKATA untuk kampanye 1001 Cara Bicara dengan Magdalene, news feminis progresif yang menyajikan artikel dan esai untuk berpikir kritis dalam menanggapi berbagai fenomena yang terjadi di masyarakat, tanpa terkecuali isu-isu seputar kesehatan seksual dan reproduksi.